
Layanan Data Center harus memiliki CDCP (Certified Data Center Professional)
Setiap penyedia layanan data center harus memiliki sertifikat untuk membuktikan bahwa data center-nya layak untuk dipakai. Adapun sertifikat ini akan diberikan pada manajer atau karyawan yang ada di data center tersebut. Jika berbicara mengenai layanan data center, kita harus kembali pada prinsip utama data center, yakni menyediakan data sewaktu-waktu sehingga pemilik data bisa mengaksesnya kapan saja. Oleh sebab itu, availability atau ketersediaan data menjadi sangat penting. Inilah tujuan utama pengadaan training untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
Perusahaan layanan data center harus mampu menjamin ketersediaan data mereka untuk klien semaksimal mungkin. Sertifikat CDCP bertujuan untuk memastikan bahwa layanan data center tersebut mampu memberikan ketersediaan dalam tingkat tinggi untuk klien mereka. Untuk bisa mendapatkan sertifikat ini, para peserta akan mengikuti sebuah training dan juga ujian selama dua hingga tiga hari.
Ada dua lembaga yang dikenal sebagai lembaga CDCP yaitu EPI dengan standard ANSI/TIA-942, dan Uptime Institute dengan “Tier Standard” Data center. Sejauh ini, penyedia jasa data center di Indonesia lebih banyak menggunakan standard yang dikeluarkan oleh pihak Uptime Institute.
Uptime Institute merupakan organisasi layanan profesional Amerika yang berfokus untuk meningkatkan performa, efisiensi, serta reliabilitas pada infrastruktur bisnis melalui program sertifikasi. Program sertifikasinya terkenal dengan sebutan Tier Standard yang berguna untuk mengidentifikasi layanan data center.
Dalam memberikan sertifikasi penilaian terhadap vendor tertentu, Uptime Institute mengklasifikasikan penilaian mereka kedalam empat macam tingkatan. Tingkatan ini menunjukkan kualitas suatu layanan data center. Sejauh ini ada empat macam tingkatan atau yang populer disebut sebagai Tier dalam menyebut masing-masing kategori tingkatan. Berikut bagaimana Uptime Institute memberikan evaluasi untuk tiap-tiap sertifikasi Tier.
Tier 1
Tier ini merupakan tier yang paling rendah dan pada umumnya hanya digunakan oleh bisnis dalam skala kecil. Syarat untuk mendapatkan sertifikasi tier 1 tidak sulit karena boleh dibilang, tier 1 ini merupakan dasarnya. Jadi pada umumnya, layanan data center yang berada di tier 1 ini sudah memiliki infrastruktur dasar. Namun kelemahannya, belum memiliki sistem redundan. Hanya memiliki single path to power untuk ketersediaan data 99,671 persen. Tier 1 rata-rata memiliki waktu 28,8 jam waktu downtime dalam satu tahun.
Tier 2
Dibanding tier 1, Tier 2 sudah memiliki sistem redundan walaupun hanya sebagian saja, yakni untuk power dan sistem pendingin. Selain itu, ketersediaannya juga lebih tinggi daripada tier 1, yakni 99,741 persen. Dengan infrastruktur yang sudah dilengkapi dengan sebagian sistem redundan, tier 2 hanya memiliki waktu downtime sebanyak 22 jam saja setiap tahunnya.
Tier 3
Tier 3 memiliki ketersediaan datanya jauh lebih besar dari pada tier 2, yakni 99,982 persen. Selain itu, data center pada tingkatan ini sudah memiliki infrastruktur yang lebih matang. Bahkan, waktu downtime nya tidak lebih dari 1,6 jam setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena data center di tingkat ini sudah memiliki sistem dual power.
Tier 4
Tingkatan ini merupakan yang paling tinggi dalam sertifikasi Uptime Institute. Data center yang berada di tingkatan ini memiliki semua spesifikasi tier 1 hingga tier 3 ditambah dengan ketersediaan data hingga 99,995 persen. Selain itu, waktu donwtime yang dimilikinya hanya dalam hitungan menit, yakni sekitar 26,3 menit saja.
Tak dapat dipungkiri, data center memainkan peranan sangat penting dalam menunjang bisnis para perusahaan yang bergerak di bidang teknologi, sehingga sertifikasi dari lembaga terpercaya tingkat global seperti Uptime Institute menjadi hal penting dimiliki perusahaan layanan Data Center. Kehandalan data center tentunya juga membutuhkan dukungan infrastruktur yang kuat diantaranya infrastruktur jaringan, storage, keamanan, serta disaster recovery center.